Berziarah dan Ngalab Berkah di Makam KH Ghalib Lampung

0
701

Jika di Jawa ada makam-makam Wali Sanga, maka di Lampung ada Makam KH Ghalib Lampung yang menjadi tujuan utama wisata religi dan wisata sejarah. Bedanya, makam-makam Wali Sanga semuanya berada di lokasi khusus dan memiliki bentuk bangunan yang menarik, sedang Makam Ghalib Lampung justru sebaliknya.

Belum dimaksimalkannya makam Ulama Besar sekaligus Pejuang Kemerdekaan ini sebagai objek wisata religi menjadi sangat disayangkan, karena setiap harinya kompleks pemakamannya dipenuhi para peziarah.

Alhasil hanya segelintir masyarakat saja yang dapat mengais rejeki dari ramainya peziarah, yaitu mereka yang berjualan bunga dan para juru parkir. Padahal jika dimaksimalkan, potensinya cukup besar, karena peziarah yang datang tidak hanya dari kawasan Lampung, tapi juga tidak sedikit yang datang dari luar daerah.

Sejarah Singkat KH Ghalib Lampung

Ulama besar ini dilahirkan pada tahun 1899 di Kampung Modjosantren, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sejak umur 7 tahun dia sudah dididik dengan ilmu-ilmu agama dengan dititipkan ke Kiai Ali Modjosantren serta berguru pada tokoh-tokoh agama yang berpengaruh pada saat itu.

Dalam perjalanan hidup, KH Ghalib Lampung akhirnya menetap dan mendirikan Pondok Pesantren di Pringsewu, Lampung. Dia juga memimpin perlawanan melawan penjajah Jepang dengan menjadi Komandan pasukan Hizbullah serta berhasil mengusir Tentara Jepang dari Pringsewu. Saat itu KH Ghalib sempat ditangkap oleh Jepang meski tidak lama kemudian dibebaskan.

Saat terjadi agresi militer, KH Ghalib kembali membentuk pasukan Jihad Sabilillah dengan pasukan yang diambil dari anak didiknya saat masih bergabung di TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan BKR (Badan Keamanan Rakyat).

Pertempuran demi pertempuran dilalui oleh KH Ghalib dan pasukannya melawan Tentara Belanda, mulai dari pertempuran di front Baturaja, Martapura dan di sejumlah tempat yang lain. Banyaknya Tentara Belanda yang menjadi korban, membuat KH Ghalib menjadi incaran khusus pasukan Belanda.

Bahkan hanya selang beberapa hari dari terjadinya perundingan perdamaian atau clash order, pada tanggal 27 Nopember 1949, kawasan Pringsewu sudah diobrak-abrik oleh Belanda dan pesantren serta rumah dari Ulama Besar ini dibumihanguskan.

Setelah mengungsi dengan berpindah-pindah tempat, karena sakit dan lumpuh Ghalib akhirnya pulang ke Pringsewu. Kabar kepulangan Kyai ini dengan cepat tercium oleh Belanda dan selang beberapa hari setelah idul Fitri, datang utusan Belanda untuk menangkapnya serta membawanya ke markas Tentara Belanda yang ada di Gereja Katholik Pringsewu.

Dia ditahan selama 15 hari dan tiga hari menjelang dilakukannya gencatan senjata dia dibebaskan. Tepat pukul satu dini hari, tanggal 6 November 1949, Ghalib meninggalkan penjara. Tapi baru melangkah sejauh 10 meter, dia ditembak dari belakang dan gugur pada saat itu juga.

Berziarah ke Makam KH Ghalib Lampung

Tidak seperti makam-makam Wali Sanga yang berada di lokasi khusus dan dengan bentuk bangunan yang menarik, Makam KH Ghalib Lampung berada di area Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pringsewu Barat dan dengan cungkup atau bangunan pelindung makam yang sederhana.

Karena merupakan TPU yang sudah berumur puluhan tahun, area pemakaman ditempati oleh ribuan makam. Hanya saja, lokasi Makam KH Ghalib Lampung berada di tempat tersendiri yang dikelilingi bangunan menyerupai rumah. Sehingga saat berada di dalamnya, para peziarah dapat berdoa dengan khusuk dan tenang  

Meski demikian, tempat ini setiap harinya didatangi para peziarah dari berbagai daerah yang sebagian bermaksud untuk ngalab berkah atau mencari barokah. Dengan kata lain, daya tarik yang dihadirkan oleh objek wisata religi ini bukan dari sisi bangunan namun dari kharisma yang dipancarkan oleh sosok yang dimakamkan di TPU ini.

Area pemakaman yang memiliki luas sekitar 1,5 hektar ini, dari sisi fisik sama sekali tidak memiliki daya tarik, karena tidak berbeda halnya dengan TPU-TPU yang ada di tempat-tempat lain. Namun karena adanya Makam KH Ghalib Lampung, membuat TPU Pringsewu Barat tidak pernah sepi dari peziarah, sehingga memberikan rejeki bagi masyarakat sekitar yang memanfaatkannya untuk berjualan bunga atau menjadi juru parkir. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here