Senggigi yang (Belum) Terlupakan

0
316

Butuh nafas baru. Mungkin begitulah ungkapan yang cocok untuk kawasan Senggigi belakangan ini. Kawasan ini kini mulai muram tak seperti di masa-masa keemasannya dulu.

Dulunya, Senggigi adalah primadona. Menara pusat pariwisata yang ada di Pulau Lombok. Pada masa itu, Senggigi begitu melekat pada penjenamaan Lombok sebagai daerah tujuan wisata.

Senggigi tak hanya melulu soal kemampuannya dalam menggaet turis dalam negeri. Ya, pelancong mancanegara pun dibuatnya tak segan untuk datang; ikut berbaur memadati kawasan pantai tersebut.

Terlepas dari keberpihakan promosi yang belum terpecah seperti saat ini, Pantai Senggigi adalah pusat yang seolah berperan layaknya sebuah gerbang awal. Senggigi seperti sebuah awalan, di mana impresi tentang segala keindahan Pulau Lombok berawal.

Berada di bagian barat Pulau Lombok, Pantai Senggigi dan kawasan sekitarnya adalah representasi wisata bagi Kabupaten Lombok Barat. Lokasinya hanya terpaut 30 menit perjalanan dengan kendaraan dari pusat Kota Mataram,  Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Masa Keemasan Senggigi

Periode 1990-an adalah masa kejayaan bagi Senggigi. Kala itu, bakatnya menjadi primadona pariwisata terlihat. Popularitasnya sebagai destinasi pun terus tumbuh dan terdeteksi radar wisatawan mancanegara.

Berkat bakat keindahan serta potensinya, kawasan ini pun menjelma menjadi bidak domino besar. Ya, Senggigi pun mencipratkan implikasi positif ke sekitarnya secara ekonomi.

Efek domino tersebut tak pelak berdampak juga pada warga sekitar. Sebagian besarnya akhirnya bergantung pada geliat wisata yang terbentuk di kawasan Senggigi maupun sekitarnya.

Perhatian pemerintah juga mendorong bagaimana kawasan tersebut mampu tumbuh. Seiring waktu, fasilitas dan akomodasi di sana bermunculan. Menjamur. Hampir 80% warga Senggigi sibuk dengan geliat besar tersebut.

Ragam Latar Belakang

Apa yang disebut geliat pariwisata di kawasan Senggigi begitu terlihat dari banyaknya tempat penginapan yang tersebar. Begitu nampak terasa bagaimana hotel-hotel, mulai dari hotel megah berbintang sampai sekelas homestay seolah saling berebut okupansi.

Tak hanya itu, Senggigi juga telah diketahui sebagai salah satu spot wisata kuliner di Lombok. Sama halnya dengan penginapan, tempat memanjakan lidah pun jenisnya beragam, mulai dari restoran maupun warung-warung kaki lima.

Latar belakang para pelaku usaha di bidang wisata atau hospitality di kawasan ini pun tak hanya datang dari warga lokal saja. Warga luar daerah pun mancanegara turut ambil bagian.

Hal ini memang sudah bukan rahasia lagi. Bahkan, kawasan Senggigi bukan satu-satunya tempat. Tak hanya di Lombok, paradigma tersebut agaknya turut terjadi di seluruh daerah wisata di dunia.

Belum Sepenuhnya Hancur

Alhasil, perjalanan Senggigi yang sempat menemukan dan merasakan era kejayaannya ini jelas tak datang begitu saja. Kawasan ini tidaklah terbentuk dengan sendirinya, akan tetapi dibentuk oleh beberapa irisan.

Irisan-irisan tersebut berangkat dari sejumlah variabel: potensi Senggigi sendiri yang kemudian disusul pihak-pihak yang berkepentingan. Tingkatnya bisa datang dari level tertinggi maupun kecil.

Oleh karena itu, pesona Senggigi tidak hanya tentang keindahan alami saja. Ada sisi-sisi lain yang turut berperan di dalamnya. Sehingga suatu ekosistem wisata dapat terbentuk dan terpelihara.

Lantas, siapa yang bisa disalahkan tentang bagaimana Senggigi hari ini? Tentang nasibnya kali ini? Senggigi (semestinya) belum sepenuhnya hancur. Karena terbentuk, terpelihara, terbengkalai, dan terbit kembali ialah fase yang bertalian.

Fase yang Sama

Kini, Pantai Senggigi dan wilayah di sekitarnya seolah artis senior yang mulai memperlihatkan tanda-tanda. Seperti sebuah fase karir yang meredup. Lampu sorot paling terang tak lagi menyinari.

Hadirnya bintang baru secara kemungkinan besar menjadi salah satu penyebab. Konsentrasi pengembangan dan promosi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika bisa dijadikan salah satu poros asumsi terbesarnya saat ini.

KEK Mandalika sendiri terpusat di kabupaten Lombok Tengah. Sebagai “artis pendatang baru” membuat posisinya menguat. Geliat pariwisata di sana sedang berada dalam fase “terbentuk”. Fase yang pernah pula dirasakan Senggigi.

Mungkin, saat ini KEK Mandalika merupakan sebuah keniscayaan bagi Senggigi. Hal itu ditambah lagi dengan adanya Mandalika International Street Circuit yang diproyeksikan untuk gelaran MotoGP. Rasanya mustahil bagi Senggigi untuk mempunyai ambisi yang sama.

Guncangan Bumi dan Pandemi

Akan tetapi, sebelum KEK Mandalika dikembangkan, aura muram Senggigi sebenarnya sudah terlihat ketika Lombok diterpa bencana. Gempa bumi yang mengguncang Pulau Lombok tahun 2018 memaksa Senggigi menata ulang diri.

Sempat mulai kembali bangkit, ancaman pandemi COVID-19 pada pertengahan tahun 2020 membuat Senggigi senyap kembali. Disusul dengan potensi KEK Mandalika yang terang, Senggigi bisa saja akan semakin merana.

Tak berbeda dengan tempat-tempat sejenis, keseluruhan nasib Senggigi sebagai lahan wisata tak hanya disokong satu pihak. Relasi pengelola dan wisatawan turut mempunyai andil besar dalam hal ini.

Alhasil, untuk mengejar proses kebangkitannya akan tidak ideal jika bergantung pada kesediaan wisatawan untuk datang secara sukarela. Adalah “pekerjaan rumah” bagi semua pihak yang berkepentingan; benar-benar menganggap Senggigi sebagai aset berharga yang namanya sudah lebih dahulu terkenal.

Bantuan Napas Buatan

Di tengah ancaman yang sedang membayanginya, Senggigi perlu memperlihatkan gairah baru. Sebelum terlupakan lebih jauh, kawasan ini sepertinya memang memerlukan bantuan napas buatan agar mampu kembali bergairah.

Karena hal itulah, Pemerintah Desa Senggigi untungnya masih bertekad untuk terlibat. Rencananya, pihaknya ingin menghidupkan kembali Senggigi dengan sentuhan nyawa tambahan melalui desa wisata berbasis masyarakat.

Walaupun terkesan tergeser dari lampu sorot karena KEK Mandalika, beruntung bagi Senggigi karena sebenarnya berada dalam proyek yang sama. KEK Mandalika sepertinya menghormati sang legenda.

KEK Mandalika sendiri adalah proyek destinasi super prioritas yang di mana Senggigi termasuk di dalamnya. Dan, inilah yang membuat gelombang kekhawatiran pesimis memiliki celah untuk menguap lenyap.

Suntikan Gairah

Dalam daftar super prioritas tersebut, Senggigi tidak sendirian mewakili Lombok Barat. Terdapat dua nama lain yang turut menjadi bagian, yaitu Kecamatan Sekotong dan Kecamatan Narmada.

Pandemi COVID-19 yang masih terasa, diyakini dapat diolah menjadi kesempatan untuk berbenah. Suntikan gairah baru akan membuat Senggigi nantinya jauh lebih siap menyambut musim baru.

Senggigi direncanakan akan membenahi potensi-potensi lain yang masih bisa digali. Mulai dari aspek wisata secara umum, budaya, hingga kuliner menjadi perhatian; khususnya Pemerintah Desa Senggigi.

Penggalian potensi akan dikerahkan ke setiap dusun di wilayah Desa Senggigi. Tak hanya memanfaatkan sisi keindahan pantai, sisi pegunungan di kawasan tersebut sejatinya tak kalah menarik.

Deretan Rencana Baru

Sebagai contoh, kawasan hutan Senggigi akan dibuat area perkemahan, penginapan hingga wahana olahraga panahan. Taman Wisata Alam di Senggigi juga memiliki jalur trekking dan spot air terjun.

Tak hanya itu, paduan kebudayaan Bali dan Lombok rencanakan akan menjadi potensi dalam segi budaya. Hal ini tak lepas dari umat Hindu dan Islam yang hidup berdampingan di Senggigi.

Pura Batu Bolong misalnya, yang telah dikenal menjadi bagian erat dengan Senggigi. Pesonanya memang sudah terlihat sejak dulu. Keunikannya ada pada konstruksi bangunannya yang berada di atas batu karang.

Namun, selain itu atraksi wisata bisa ditambahkan untuk memberi warna baru. Festival kuliner kabarnya menjadi salah satu pertimbangan besar pemerintah setempat untuk menggairahkan Senggigi lagi dalam menarik kunjungan wisatawan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here