Sejarah Singkat Cut Nyak Dhien dan Kisah Perjuanganya

0
1562

Cut Nyak Dhien adalah wanita asal Aceh yang menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau dikenal berkat perjuangannya dalam mengusir penjajah khususnya di Aceh. Saat Belanda menginvasi tanah Aceh.

Dilahirkan di Lamteh, Peukan Bada, Kerajaan Aceh pada tahun 1848. Beliau berasal dari golongan keluarga bangsawan yang dikenal sangat taat dalam beragama. Saat itu keluarganya menetap di Aceh Besar, wilayah VI Mukim.

Teuku Nanta Setia selaku ayah dari Cut Nyak Dhien, merupakan seorang uleebalang atau kepala pemerintahan VI Mukim, keturunan dari Machmoed Sati, yaitu seorang perantau dari wilayah Sumatera Barat.

Machmoed Sati mendatangi Aceh sekitar abad ke 18, yang saat itu kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Secara garis besar, beliau masih merupakan keturunan Minangkabau. Lain dengan ibunya yang merupakan seorang putri uleebalang Lampagar.

Pada tahun 1863, orang tuanya menikahkan beliau dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, ketika Cut Nyak Dien berusia 12 tahun. Pria tersebut adalah putra tunggal dari uleebalang Lamnga XIII.

Perjuangan Cut Nyak Dhien di Tanah Aceh

Pada tanggal 26 Maret 1873, saat Cut Nyak Dhien berusia 22 tahun, Belanda menyatakan perang dengan mengirimkan kapal armada tempur ke Aceh. Melalui kapal Citadel van Antwerpen, tembakan meriam mulai menghantam daratan.

Kemudian saat belanda dipimpin oleh Johan Harmen Rudolf Köhler pada tanggal 8 April 1873, mereka berhasil mendarat di Pantai Ceureumen dan seketika menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya.

Akibat penyerangan Belanda tersebut, memicu pertempuran saat Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah memimpin perang melawan ribuan prajurit Belanda. Saat itu Kesultanan Aceh memenangkan perang perdana melawan Belanda dengan terbunuhnya Köhler akibat peluru panas yang menembus tubuhnya.

Jatuhnya Keraton Sultan VI Mukim

Selang beberapa tahun, tepatnya tahun 1875, Jenderal Jan van Swieten selaku pemimpin pasukan belanda, Keraton Sultan VI Mukim harus mengakui kekuatan belanda dan wilayah tersebut berhasil diduduki Belanda.

Hal itu memaksa Cut Nyak Dhien mengungsi, sedangkan suaminya yaitu Ibrahim Lamnga bertekat merebut kembali wilayah VI Mukim. Namun usahanya membuat dirinya gugur dalam pertempuran.

Semenjak sang suami gugur, tepatnya tanggal 29 Juni 1878. Hal itu sontak menambah semangatnya berkobar untuk ikut berjuang bersama rakyat Aceh demi mengusir penjajahan ditanah kelahiranya.

Setelah kematian suaminya, dirinya dilamar oleh Teuku Umar, yang merupakan salah satu tokoh pejuang Aceh. Meskipun menolak, Beliau akhirnya menerima pinangan Teuku Umar dan menikah pada tahun 1880 karena sebelumnya diizinkan mengikuti pertempuran melawan belanda.

Perang Gerilya Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar

Bersatunya kedua insan tersebut menimbulkan semangat juang masyarakat Aceh kian berkobar. Akhirnya belanda menghadapi perlawanan perang gerilya, dan tercetuslah perang fi’sabilillah.

Pada tahun 1875 Teuku Umar mengatur strategi, beliau mencoba mendekati Belanda untuk mempererat hubungannya dengan pemerintahan Belanda. Kemudian Teuku Umar bersama rombonganya yang hanya berjumlah 250 orang, pergi menyerahkan diri kepada belanda menuju Kutaraja, tepatnya tanggal 30 September 1893.

Strategi tersebut berhasil mengelabui Belanda hingga dirinya diberi gelar Teuku Umar Johan Pahlawan serta menjadikanya sebagai komandan yang memiliki kuasa penuh atas pasukan belanda.

Posisi itu dimanfaatkan oleh Teuku Umar untuk mengambil alih armada perang belanda demi mempersenjatai para pejuang aceh dalam melawan belanda. Mengetahui penghianatan tersebut, Belanda pun marah besar dan mengerahkan seluruh kemampuanya untuk melawan gerilyawan.

Akhir Perjuangan

Hingga akhirnya penyerangan Teuku Umar ke Meulaboh pada 11 Februari 1899 menjadi akhir dari perjuanganya karena gugur. Namun Cut Nyak Dhien tetap memimpin pasukan yang terus tertekan sampai dirinya ditangkap akibat pengkhianatan Pang Laot selaku pengawal yang melaporkan posisi mereka kepada belanda.

Setelah tertangkap, beliau dibuang ke daerah Sumedang, Jawa Barat. Sampai akhirnya pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dien meninggal akibat usianya yang semakin menua. Beliau baru diakui sebagai pahlawan nasional oleh presiden Soekarno tanggal 2 Mei 1964, melalui SK Presiden RI No.106 pada Tahun 1964.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here