Di tempat ini terdapat sebuah pintu masuk. Tidak, rupanya lebih pantas jika disebut gerbang. Sebuah gerbang kecil berbahan kayu. Gerbang masuk tersebut turut dihiasi oleh bentuk segitiga tanpa alas yang menjadi ‘topi’ dari gerbang tersebut.
Sebentar, bangunan itu mungkin saja bukanlah pintu ataupun gerbang. Boleh jadi, gerbang masuk itu malah lebih tepat jika disebut sebagai sebuah lorong. Ya, lorong pendek yang mungil. Dan, ada sesuatu yang menarik untuk segera masuk dan melewatinya.
Bila dilihat dari depan, akan nampak sejumlah pesan tertulis yang terpasang di dinding bagian dalam mulut lorong. Pesan-pesan tersebut seperti sengaja dipasang sebagai sosok yang menyambut setiap kedatangan di tempat ini.
Di dalamnya, biasanya akan ada seseorang yang bertugas sebagai penjaga. Setiap tamu yang akan melewati kawasannya diwajibkan untuk memenuhi syarat. Sang penjaga akan meminta para tamu untuk memenuhinya terlebih dahulu. “Uang tiket masuk,” ujar sang penjaga.
Para tamu akan dipersilahkan melanjutkan langkah jika syarat-syarat tadi memang telah berhasil dipenuhi. Sekilas, tak ada perbedaan yang tegas dari apa yang tampak di luar. Sebelum atau setelah masuk pemandangannya terlihat sama saja.
Berada di sekitar lorong kayu itu tadi, para hadirin yang datang akan melihat jejeran batang pepohonan. Hal itu merupakan panorama utama dari kawasan ini. Pohon-pohon itu berdiri tegak menjulang tinggi.
Semuanya seolah berbaris rapi, saling membentuk jarak ideal, sekaligus memperlihatkan sebuah keperkasaan yang kokoh tak tergoyahkan. Dan, perlu kekuatan niat yang serius apabila ingin menemukan perbedaan di masing-masing pohon itu, maka urungkanlah niatan itu sebelum itu terjadi.
Pepohonan tinggi itu seperti membentuk barisan luas yang menghadiri sebuah upacara besar dengan mengenakan seragam yang serupa. Tak hanya rupa, tinggi masing-masing dari mereka juga tampak sama. Hebatnya, luas barisan tersebut mencapai total sekitar 500 hektar lebih.
Para tamu akan merasa seperti berada di tengah hutan yang identik dengan latar negeri dongeng yang penuh fantasi. Memang, tempat ini layaknya sebenar-benarnya kawasan hutan. Pepohonan yang tegak berseragam itu membuat rerimbunan ini termasuk sebagai salah satu hutan homogen yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lantas, dengan melewati “lorong bertopi segitiga” itu tadi, pengunjung sebenarnya telah resmi berkunjung ke kawasan Hutan Pinus Mangunan. Sesuai sebutannya, hutan ini terletak di Dusun Sukorame, Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, yang merupakan bagian dari daerah istimewa ini.
Suasana negeri dongeng adalah awal dari hal-hal menarik lainnya yang akan ditemui selepas melewati lorong. Kawasan ini menerima kunjungan tamu setiap hari dan hampir setiap jam, pagi hingga malam hari.
Konon, waktu kunjungan terbaik biasanya terjadi pada pagi hari. Momen itu merupakan waktu para tamu yang datang akan melihat pesona paling menarik. Daya tarik itu datang dari kepulan kabut yang nampak seperti mengisi celah kekosongan di antara sela-sela barisan pohon.
Para tamu yang kebetulan datang di waktu yang bersamaan dengan datangnya kepulan itu tidak akan mampu mengelak. Mengelak untuk mengafirmasi bahwa sebuah istilah “konon” dalam gambaran dongeng; bisa direalisasikan oleh realitas alam.
Suasana itu seakan-akan memaksa setiap tamu berhasrat untuk menyibak kepulan yang menghalangi jangkauan penglihatan itu dengan menjelajah. Menguak apa-apa saja yang disembunyikan di balik kepulan putih itu. Padahal, kabut itu menandakan dingin yang khas dari sebuah dataran tinggi.
Menjauh dari lorong, dan terus memasukinya, itu berarti hutan ini berhasil menghipnotis para tamu untuk sejenak melupakan medan rute yang panjang, berliku dan sedikit curam untuk tiba di lokasi ini.
Kendati area yang dimasuki ini adalah hutan, para tamu tetap akan dimudahkan oleh banyak penanda. Tanda-tanda yang terpasang di beberapa titik, akan berbicara tentang aturan, serta arah menuju fasilitas-fasilitas umum seperti toilet, mushola, warung makan, hingga ruang ganti.
Semakin dalam penelusuran, para tamu akan dimanjakan oleh beragamnya titik-titik lokasi khususnya. Kabut yang tersibak akan berarti sama dengan membuka ruang-ruang baru. Ruang-ruang itu memperlihatkan wujud lain dari sebuah kawasan terbuka hijau, berlantaikan karpet tanah, dan beratapkan langit.
Hutan ini tidak selalu tentang barisan pohon ‘berseragam’ tadi. Lebih dari itu, para tamu yang datang akan menemukan isian lain di antara pepohonan yang berjejer itu. Isian lain itu adalah panggung alam yang dirangkai dari kumpulan kayu.
Apa yang disebut sebagai ‘isian lain’ itu bukan cuma satu. Gardu pandang yang diplot di ketinggian akan mengundang siapa saja yang melihatnya untuk mengabadikan momen. Isian ini adalah salah satu titik terbaik untuk menghasilkan foto lewat tangkapan lensa kamera.
Untuk bersantai sambil menikmati panorama sambil merebahkan diri, ketersediaannya penyewaan hammock beraneka warna cerah yang kontras akan menambah kesan. Hanya saja, isian yang satu ini juga punya syarat. Rogohlah kocek sebesar Rp10 ribu untuk benar-benar berhak menikmatinya.
Lalu, ada hamparan tanaman bunga yang bisa ditemukan di kawasan ini. Letaknya berada di sisi selatan. Hamparan indah itu semakin lengkap dengan melihat suguhan perbukitan di depannya.
Apabila pagi terlewat, itu adalah waktu menjelang cahaya matahari akan bersiap menerobos celah-celah daun pepohonan dan membubarkan kabut. Suasana dongeng berkabut pun berubah dengan pandangan mata yang lebih leluasa membongkar tiap-tiap celah barisan pohon pinus di tempat ini.
Ketika hujan tak sengaja turun, tempat ini pun menyediakan tempat berteduh berupa gubuk-gubuk kecil. Tempat berteduh itu diposisikan tersebar di beberapa titik penjuru kawasan hutan. Ini mungkin jadi gangguan besar yang ada di Hutan Pinus Mangunan.
Anggap saja, gangguan itu tidak pernah ada. Bagi para tamu yang ingin menginap menghabiskan malam dan bertemu kabut keesokan paginya, tidak ada salah untuk menggelar tenda berkemah di sini. Syaratnya, berkemahlah di lokasi yang sudah disediakan secara khusus oleh pengelola.
Bagi para tamu yang berkunjung dengan membawa kendaraan pribadi, tak perlu khawatir dan tenanglah. Pasalnya, areal parkir di sekitar kawasan ini sudah tersedia. Rentang tarifnya mulai dari Rp5-20 ribu, tergantung dari jenis kendaraan.
Ya, tarif tersebut punya sifat yang sama dengan tiket masuk, yakni tarif tetap, alias tarif non progresif (Rp5 ribu per orang). Hal inilah yang membuat Hutan Pinus Mangunan mampu menjamin para tamunya untuk tetap merasa nyaman. Kapanpun itu一terlepas dari jaraknya yang mencapai 23 km dari pusat kota Yogyakarta.
Rute Menuju Lokasi
Untuk diketahui, kawasan hutan ini sendiri mengambil ± 30 hektar dari total luas keseluruhannya untuk menerima kunjungan wisatawan. Secara resmi, kawasan wisata ini telah disetujui serta diresmikan pada Februari 2017 lalu.
Nah apabila berangkat dari pusat Kota Yogyakarta, perjalanan menuju hamparan Hutan Pinus Mangunan bisa dimulai dengan berpatokan pada Jalan Imogiri Timur sebagai awal. Kemudian, teruskan perjalanan ke arah selatan.
Sampai menemukan titik lokasi tugu Patung Kuda Sultan Agung, arahkan perjalanan ke arah timur memasuki Jalan Makam Raja. Ikuti terus jalurnya sebelum berbelok ke selatan menuju Jalan Mangunan.
Dari sini, rute perjalanan hanya tinggal mengikuti jalur Jalan Mangunan ke timur sepanjang ± 5 km. Nantinya akan menemukan jalan bercabang. Ambil jalur sebelah utara (belok kiri) untuk melanjutkan rutenya ke Jalan Hutan Pinus Nganjir.
Perjalanannya hanya tinggal 850 km saja dari jalan tersebut untuk akhirnya tiba di lokasi pintu masuk kawasan wisata Hutan Pinus Mangunan Dlingo. Kawasan ini biasanya sudah menerima kunjungan wisatawan mulai pukul 6 pagi.