Melestarikan Kebudayaan Jawa dengan Mengetahui Filosofinya

1
668

Jawa merupakan pulau yang ada di tanah Nusantara. Penduduknya yang padat sehingga menciptakan kebudayaan tersendiri. Bagi orang Jawa, cara berpakaian menentukan kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan kehormatan diri seseorang. Orang Jawa selalu berhati-hati dalam penampilan dan ucapan sehari-hari. Pada dasarnya hal tersebut adalah tingkah sederhana namun penting dalam bermasyarakat. Orang Jawa terkenal memiliki tata krama madani dalam melakukan segala hal.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Franz Magnis Suseno, dalam memahami kebudayaan Jawa, ia mengutip teori Hildred Geertz, ada dua kaidah yang paling penting dalam menentukan pergaulan di Masyarakat. Kaidah pertama mengatakan bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik. Kaidah kedua ada tuntutan dari budaya setempat agar manusia cara berbicara, tingkah laku, berpenampilan dan membawa dirinya selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain.

Pada kaidah pertama, Franz Magnis Suseno menyebutkan kaidah kerukunan, kaidah kedua sebagai prinsip rasa hormat. Hormat kepada dirinya sendiri dan hormat kepada orang lain. Kedua prinsip tersebut merupakan kerangka normatif yang menunjukkan bentuk-bentuk konkret semua interaksi dalam pondasi masyarakat Jawa.

Jika di hubungkan dengan keadaan sekarang, tentu sangat relevan. Sebagaimana wasiat Sunan Kalijaga semasa masih hidup, “Wong Jowo Kudu Njawani” (orang Jawa harus tahu tradisi Jawa). Sebuah keadaan yang menuntut penduduk Jawa agar selalu ingat wasiat nenek moyangnya. Kita seharusnya bisa mempelajari lebih dalam ajaran-ajaran kultural dari leluhur kita. Melestarikan kebudayaan yang sudah ada merupakan sumbangsih kepada kita semua terhadap kebudayaan Jawa.

Dalam kehidupan masyarakat Jawa kuno, prinsip hidup adalah selaras dengan alam semesta. Maksudnya menjadi suatu keutamaan tersendiri, dimana manusia mampu memposisikan dirinya dalam keseluruhan secara utuh, sebagaimana terlihat dalam kisah “itungan Jawa” atau cerita mitos tentang asal mula suatu peristiwa. Hal tersebut terdapat berbagai keutamaan yang dijadikan pedoman hidup oleh orang Jawa untuk selalu menjaga etika. Mulai bangun tidur hingga matahari tenggelam.

Orang Jawa selalu menyatakan bahwa dirinya adalah keturunan leluhur Jawa. Leluhur Jawa adalah yang bebedara (mendirikan) tanah Jawa. Meskipun sampai saat ini tidak jelas siapa yang memberikan nama (pulau) Jawa, tetapi sebagaian besar orang Jawa menyakini bahwa dirinya juga keturunan dari nabi Adam dan Hawa. Orang Jawa percaya bahwa nabi Adam dan Hawa adalah orang tua pertama kali yang tinggal di bumi. Beliau mampu menciptakan kehidupan yang dapat mengakar dengan alam. Tidak seperti sekarang, semua orang berpikir pragmatis tanpa melihat sisi esensial. Tentu hal ini bersimpangan dengan konsep kebudayaan Jawa.

Jawa memadukan masyarakat dengan alam agar terjalin keseimbangan dalam hidup. Tata krama sekecil apapun dalam Jawa selalu diperhatikan, seperti tidak boleh membuang sampah sembarangan. Peringatan ini bukan menjadi larangan saja, tetapi dari sesepuh Jawa (orang yang dipercaya memiliki kontribusi besar dalam masyarakat) menciptakan opini bahwa setiap tempat ada penunggunya. Sehingga kita tidak diperbolehkan membuang sampah sembarangan. Sikap yang tepat untuk membuang sampah adalah dengan cara dikumpulkan kemudian dibakar.

Selain itu, untuk menjaga agar pohon-pohon tetap tumbuh, guna dapat menjaga ekosistem yang stabil, sesepuh Jawa menciptakan analogi bahwa setiap pohon terdapat penunggunya (makhluk halus), maka dari itu kita dilarang menebang secara sembarangan, kencing sembarangan, dan membuang sampah sembarangan. Jika kita tetap melakukannya, maka akan mendapat hukuman dari penunggu tersebut. Sehingga lambat laun hal semacam ini menjadi kepercayaan oleh masyarakat umum Jawa.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here