Kopi Sajang, Harta Lain dari Kaki Sang Rinjani – Bagian II

0
309

Spesialisasi Kecamatan Sembalun tak hanya tentang bagaimana wilayahnya menjadi salah satu pintu masuk ke “tubuh” Rinjani. Sembalun juga bukan sekadar tempat sebagian kaki sang Rinjani ditopang.

Baik Rinjani dan Sembalun seperti hubungan persahabatan yang saling terkait. Ikatan relasi antara keduanya terlihat baik secara peran alam maupun kehidupan sosial masyarakat.

Kedekatan geografis dan faktor alam menjadi salah satu keunggulan tersendiri bagi Sembalun. Semacam takdir yang membuat kecamatan ini dikenal seperti sekarang.

Selain ikut menjadi titik destinasi, keunggulannya tadi turut dimanfaatkan sebagai poros alternatif oleh warga setempat. Poros tersebut adalah sektor pertanian dan perkebunan yang mengiringi daur kehidupan di Sembalun.

Melihat kondisi alamnya, sektor ini dibangun melalui aktivitas warga setempat yang menanam beberapa jenis komoditi hortikultura. Hasilnya pun tak bisa dibilang sedikit.

Alhasil, warga Sembalun pun tak hanya berpangku pada geliat pariwisata saja. Sektor pertanian turut andil dalam menopang perekonomian warga.

SEBAGAI LATAR BUDAYA

Dari sejumlah hasil alam yang dihasilkan dari sektor pertanian di sembalun, kopi adalah salah satu komoditi yang sedang mendapat lecutan positif. Selain karena nilai ekonominya, komoditi ini memang tengah berada dalam jalur tren sosial.

Tak terkecuali bagi Sembalun sendiri. Berkat faktor pendorong lecutan tersebut, kopi oleh warga setempat, menjadi salah satu komoditi yang diunggulkan.

Perkebunan Kopi yang ada pun terbilang hampir merata di keenam desa di Kecamatan Sembalun. Hal ini bukannya tanpa alasan, karena warganya sendiri juga telah menganggap kopi sebagai bagian dalam budaya.

Anggapan tersebut tak hanya terpusat di Sembalun, melainkan juga bagi warga Suku Sasak pada umumnya. Lini masanya pun sudah terjalin secara turun temurun.

Keakraban Suku Sasak dengan kopi inilah yang disebut-sebut sebagai salah satu ode bagi eksistensi budidaya kopi di Sembalun setelah sempat berada pada titik terbawah di tahun 1967. Hingga kopi di Sembalun tetap hidup sejauh ini.

TAHUN AWAL KOPI SEMBALUN

Jika ditelusuri, budidaya kopi di Sembalun sendiri bukanlah hal yang baru lagi. Menurut catatan, budidaya kopi sebagai komoditi sudah terjadi sejak tahun 1875 silam.

Tahun itu masih dalam masa kolonialisme Belanda. Oleh mereka, para petani di Sembalun “diperkenalkan” sistem penanaman kopi. Dari sanalah, kopi dari kecamatan ini dapat dikatakan mulai berawal sebagai komoditas.

Titik awal itu pun kemudian berlanjut selepas masa kependudukan Belanda di gumi Lombok. Hal itu turut diiringi juga dengan perpindahan sistem.

Lahan perkebunan kopi dikelola, baik secara mandiri ataupun melalui program pembinaan dari pihak pemerintah—seperti yang terjadi antara tahun 1962–1969 lalu.

Setelah melalui dinamika yang panjang, kini kopi menjadi salah satu hasil alam yang populer di Sembalun. Tak heran jika perkebunan kopi turut pula menghiasi panorama kecamatan dengan 6 desa ini.

MISI PENCARIAN LAHAN BARU

Nah, dari keenam desa tersebut, kopi yang dihasilkan Desa Sajang mungkin yang paling ikonik. Pun, perkebunan kopi di desa ini tak terhindarkan pula untuk memiliki titik dinamikanya sendiri.

Salah satu episode penting terjadi pada 1997 lalu. Kala itu, perantau asal Kabupaten Bangli, Bali datang ke Pulau Lombok untuk mencari lahan perkebunan.

Sekitar 31 kepala keluarga atau sekitar 112 jiwa yang tiba kala misi pencarian lahan tersebut memilih menetap di Sembalun. Tepatnya di Kampung Selagolong yang menjadi bagian Desa Sajang.

Sama dengan perkebunan kopi Sembalun di tahun-tahun sebelumnya, mereka ikut menanam kopi jenis robusta. Namun, seiring waktu berjalan kopi arabika mulai dilirik.

Berkat dimulainya penanaman kopi arabika itulah yang membuat reputasi Desa Sajang menguat. Apa lagi kalau bukan sebagai salah satu sentra produsen kopi arabika asal Pulau Lombok.

GENCAR KELUAR KANDANG

Geliat ekonomi warga dari Kopi Sajang menunjukkan potensinya modern ini. Salah satunya ditunjukkan oleh salah satu UMKM di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.

Hal yang ditunjukkan oleh UMKM yang terbentuk pada 2018 tersebut berupa kemampuanya merambah pasar nasional. Hebatnya lagi, itu dilakukan secara mandiri dengan mengusung nama brand “Kopina Sajang”.

Adapun pihak Kopina Sajang mengungkapkan sejak 2021 lalu, pihaknya mendapat permintaan kopi jenis arabika Sajang dari beberapa kota. Beberapa di antaranya adalah Jakarta, Bandung Semarang, Yogyakarta, Surabaya, hingga Riau.

Setidaknya, Kopina Sajang dengan rata-rata terbesar, mampu menggelontorkan kopi arabika Sajang ke Jakarta antara 20 – 30 kg per bulannya. Angka tersebut disusul dengan kota-kota lainnya.

Capaian tersebut belum termasuk dengan capaian dari UMKM-UMKM serupa lainnya di Sembalun. Namun yang pasti, Kopina Sajang bukan lah satu-satunya pemain yang mendukung perkebunan kopi dari Desa Sajang.

GAYA TANAM SENDIRI

Menurut UMKM Kopina Sajang, wilayah tanam Kopi Sajang cukup luas mencapai 400 hektar. Dari segi ketinggian, kopi dari desa ini rata-rata berada di ketinggian 800 mdpl.

Dari total luas kawasan perkebunan kopi di Desa Sajang sendiri, baru sekitar 60% yang produktif. Dan, pola penanaman yang dilakukan pun menerapkan pola tumpang tindih (polyculture).

Adapun ketinggian tersebut sebenarnya dianggap tak ideal untuk tanaman kopi jenis arabika. Pasalnya, kopi arabika sebaiknya ditanam di atas ketinggian antara 1000 – 2000 mdpl.

Uniknya, walaupun demikian, kopi Sajang masih bisa tumbuh dengan baik. Pihak Kopina Sajang juga menambahkan bahwa udara di Sajang dan Sembalun secara keseluruhan yang cenderung dingin turut menjadi faktor.

Titik ketinggian wilayah tanamnya tersebut sebenarnya tempat yang cocok untuk menanam kopi robusta. Karena ini, ukuran biji kopi arabika Sajang lebih besar dari kebanyakan ciri arabika, bahkan arabika Sajang kerap dikira robusta.

FOKUS YANG TERPECAH

Tak cuma luar daerah, permintaan Kopi Sajang juga mengikuti jejak produk-produk kopi asal NTB lainnya. Permintaan di dalam daerah bahkan lebih diprioritaskan, mulai dari Kota Mataram, Lombok Timur, dan kabupaten-kabupaten lainnya.

Jika hasil perkebunan lain di Sembalun sibuk meningkatkan kuantitas panen demi memenuhi kebutuhan lokal, kopi di sembalun justru memang lebih cenderung memilih sibuk memasarkan diri ke luar kandang.

Hal itu didorong oleh kecenderungan kopi yang lebih condong sebagai komoditas komersial. Oleh karena itu, Kopi Sajang tak segan untuk ikut melebarkan jangkauannya ke pasar internasional, seperti Turki dan Korea Selatan.

Faktor ini jugalah yang membuat Kopi Sajang memiliki PR besarnya sendiri. Selain kuantitas produksi, secara kualitas pun harus tetap terjaga agar konsisten diterima pasar ekspor.

Pola ini seperti memaksa kopi asal Pulau Lombok, tak terkecuali Kopi Sajang, mau tidak mau memecah fokus. Membagi konsentrasinya antara: kuantitas dan kualitas produksi.

MASIH TERLAMPAU EKSLUSIF

Akan tetapi, dari semua “kekuatan” Kopi Sajang sejauh ini dinilai masih belum cukup inklusif. Walaupun fakta skala pasarnya sudah jauh, jangkauannya masih dianggap belum merata.

Pendapat Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki pada Januari 2022 lalu bisa dijadikan rujukan akan hal tersebut. Pihaknya mendorong kopi Pulau Lombok agar menggunakan satu brand saja.

Saran tersebut dipandang dapat memudahkan, baik secara produksi dan pemasaran, kopi Lombok agar dikenal lebih. Penyatuan brand, menurutnya bisa mengakselerasi kopi Lombok dalam skala nasional dan global.

Pasalnya, penyatuan brand ini mampu mendorong tingkat produksi secara jumlah. Peningkatan jumlah ini tentu berkaitan dengan pemenuhan permintaan pasar.

Kopi di satu daerah namun dengan banyak brand memang kurang menguntungkan secara bisnis. Hal itu, tambahnya, karena beberapa brand akan terlibat persaingan baik langsung maupun tidak.

Persaingan antar pelaku bisnis biasanya merupakan salah faktor penghambat akselerasi tadi. Masing-masing pelaku akan terfokus untuk mengembangkan diri sendiri-sendiri.

JEBAKAN KEBINGUNGAN NAMA

Penyatuan brand atau merger agaknya bisa jadi opsi. Terlebih jika dilihat dalam koridor kekuatan modal. Opsi ini bisa dilihat sebagai salah satu langkah konsolidasi antar pelaku bisnis ke dalam satu payung yang sama.

Untuk diketahui, geliat kopi asal Lombok sendiri diisi dengan berbagai brand. Adapun merk-merk tersebut tampil sesuai daerah asalnya, seperti Kopi Lombok Barat, Kopi Sembalun, Kopi Rempek, hingga Kopi Sajang.

Beberapa di antaranya bahkan tampil dalam bentukan pribadi di satu daerah yang sama. Kopi Sajang adalah salah satu nama yang bisa dikategorikan sebagai merk ataupun nama jenis.

Kopi Sajang sendiri mewakili nama kopi yang dihasilkan dari Desa Sajang. Belum lagi, jika menyebutkan nama dari kopi-kopi dari 5 desa lainya di Kecamatan Sembalun.

Kopi Sajang bisa saja termasuk sebagai Kopi Sembalun, lantaran berada di kawasan yang sama. Kopi Sajang adalah kopi asal Sembalun, namun Kopi Sembalun belum tentu Kopi Sajang.

Bingung? Ya, begitulah carut-marut branding kopi di Sembalun. Antara menjadi sebuah penjenamaan (brand) bisnis atau murni sebagai nama jenis, semuanya masih terlihat abu-abu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here