Kisah Perjuangan Bagindo Aziz Chan Pertahankan Kota Padang

0
493

Bagindo Aziz Chan lahir di Padang, pada taggal 30 September 1910 dari pasangan Bagindo Montok dan Djamilah. Beliau adalah wali kota padang kedua setelah Indonesia merdeka. Ia menggantikan Mr. Abubakar Jaar, dan resmi menjabat sebagai wali kota sejak 15 Agustus 1946. Beliau meninggal dalam pertempuran melawan belanda.

Berasal dari Kampung Alang Laweh, Kota Padang. Masa kecil beliau mengenyam pendidikan pertamanya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Padang, dilanjutkan MULO di Surabaya, dan lulus di Algemeene Middelbare School (AMS).

Beliau juga sempat dua tahun duduk di Rechtshoogeschool te Batavia (RHS), dan pernah membuka praktik pengacara serta aktif di beberapa organisasi yang di antaranya sebagai anggota pengurus Jong Islamieten Bond di bawah pimpinan Agus Salim.

Agus Salim sendiri merupakan tokoh utama Sarekat Islam (SI), yang kemudian berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Aziz Chan turut bergabung menjadi anggota partai Islam terbesar yang dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto tersebut.

Setelah Tjokroaminoto wafat pada tahun 1934, mulailah adanya perbedaan pendapat di lingkaran petinggi PSII yang membuat Agus Salim membentuk organisasi baru yaitu Barisan Penyedar.

Perjuangan Bagindo Aziz Chan

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Bagindo Aziz Chan dipercaya menempati jabatan sebagai Wakil Wali Kota Padang pada 24 Januari 1946 dan pada akhirnya dilantik sebagai Wali Kota mengingat Mr. Abubakar Jaar dipindah tugaskan menjadi residen Sumut.

Pada 10 Oktober 1945, Kota Padang telah menjadi medan peperangan setelah Belanda bersama Sekutu mendarat. Sekitar dua tahun setelah indonesia merdeka, terjadi pertempuran tentara Republik dengan sekutu, dilanjutkan dengan belanda.

Melihat situasi terus mencekam hingga beberapa bulan kedepan, Aziz Chan yang saat itu baru menjabat sebagai wali kota berusaha melakukan perundingan dengan pihak Sekutu perihal keamanan kota. Kemudian terjadilah kesepakatan bahwasanya pasukan sekutu bersedia bekerjasama dalam mengamankan kota padang.

Namun, tidak berlangsung lama sekutu seringkali melanggar kesepakatan tersebut dengan menangkapi setiap orang yang dianggap ekstremis serta terjadi ledakan dipenjuru kota. Menjelang perayaan Idul Fitri, tepatnya tanggal 27 dan 28 Agustus 1946, tentara Indonesia membalas pertempuran tersebut yang membuat sekutu marah.

Bagindo Aziz Chan Melawan Agresi Militer Belanda

Akibat kemarahan itu, para pria ditangkap, lantas hal ini memancing Bagindo Aziz Chan untuk mendatangi markas besar Sekutu dan melancarkan protes agar tawanan dibebaskan. Melihat keberanian Aziz Chan, Sekutu akhirnya membebaskan semua tawanan tersebut.

Setelah beliau merestui para pahlawan untuk ikut berjuang, Aziz Chan dirayu oleh belanda agar menyerahkan kota padang yang menurut belanda sangat strategis. Namun, dengan lantang beliau menolak tawaran tersebut dengan berkata “Langkahi dulu mayatku, baru Kota Padang aku serahkan!”.

Seruan itu membuatnya menjadi target operasi militer belanda. Kemudian provokasi memuncak saat pembunuhan brutal Bagindo Aziz Chan, Minggu tanggal 19 Juli 1947, dan menjadi akhir kisah dari perjuangannya.

Beliau menghembuskan nafas terakhir diusia 36 tahun. Dari hasil pemeriksaan terdapat beberapa luka tembak di bagian wajah, serta hantaman benda keras yang mengakibatkan remuknya tulang kepala.

Penghormatan

Untuk menghormati jasa serta pengorbanan Bagindo Aziz Chan untuk Republik Indonesia, Jenazahnya dimakamkan di Taman Pahlawan Bahagia Bukittinggi, Sumatera Barat.

Serta namanya dijadikan sebagai nama jalan di Padang dan Bukittinggi. Sebuah monumen juga didirikan di persimpangan Jalan Gajah Mada yang berada di komplek Museum Adityawarman.

Bukan cuma itu, beliau juga dianugerahi sebagai pahlawan nasional Indonesia oleh Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI pada tahun 2005 lalu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here