Ebatan, Menu “Rahasia” dari Pulau Lombok

1
510

Ebatan, Menu “Rahasia” dari Pulau Lombok | Plecing kangkung, ayam taliwang, sate Rembiga, hingga bebalung merupakan sejumlah nama tersohor yang menyokong reputasi kuliner khas Pulau Lombok. Keempatnya bahkan sudah cukup akrab bagi lidah masyrakat luar daerah.

Namun, daftar kuliner suku Sasak tak hanya berhenti di situ. Tentu masih ada nama-nama lainnya yang masih terbenam jauh dari permukaan pamor, kuliner khas daerah ini memang perlu digali lebih dalam.

Salah satu yang masih terbilang asing di telinga adalah ebatan. Bahkan, tak semua warga Lombok bisa dibilang akrab dengan tampilan dan pesona rasa dari hidangan yang satu ini.

Ebatan sendiri tampil sederhana. Sajiannya sekilas mirip seperti urap; yaitu campuran sayuran rebus yang diberi sambal parutan kelapa. Serupa salad, namun hampir selalu disajikan bersamaan dengan sepiring nasi putih.

Campuran dalam Cita Rasa

Sebagai salah satu “salad lokal”, campuran sayur dalam ebatan sendiri lebih variatif jika dibandingkan dengan urap. Pun, dari bumbu dan sambalnya lebih terasa kompleks lantaran proses pembuatan dan bahan-bahannya.

Irisan-irisan tipis pare, kacang panjang, tauge, dan terong biasanya menjadi komponen campuran utama dalam sajian ebatan. Ditambah lagi dengan rebusan daun singkong atau daun belimbing wuluh.

Campuran sayurnya kian lengkap dengan tambahan kacang hijau rebus atau kedelai goreng yang memberikan tekstur renyah. Sementara daun kemangi memberikan semacam pengaruh tambahan pada aroma.

Semua campuran itu akan terikat dengan balutan sambal kelapa parut. Balutan inilah yang membuat tampilan ebatan hampir mirip seperti urap, sebelum tuangan kuah santan kental menjadi pembeda.

Kendati secara tampilan dan pembuatan yang sederhana, paduan antara campuran sayur, sambal kelapa parut dan kuah santan itu nyatanya menghasilkan tumpukan cita rasa yang meriah.

Ada rasa pahit-asam, sensasi segar, dan timpaan gurih dari parutan kelapa. Sementara sambalnya menyisipkan gabungan rasa antara asam, pedas, dan sedikit manis. Belum lagi dengan beragam tekstur yang terasa ketika mengunyahnya dalam mulut.

Tambahan Penyempurna Menu

Tak hanya soal rasa, aroma ebatan, selain karena kemangi, oleh penjual biasanya ditambahkan lagi dengan jeruk nipis. Alhasil, ada kesan segar yang menguar ketika menyantap menu ini.

Jangan lupa juga untuk menyertai gurihnya taburan bawang goreng yang semakin membangkitkan kesan tersebut. Setelahnya, kita hanya tinggal perlu memilih antara ingin menikmatinya dengan atau tanpa nasi putih.

Nah, supaya lebih nikmat lagi, kita juga bisa menyantap ebatan dengan tambahan lauk. Beberapa lauk tambahan khas Lombok seperti pepes ikan, ati ampela, sate pusut ataupun plecingan ayam bisa jadi penyempurnaan.

Adapun, ebatan sendiri sebenarnya cukup mudah, mulai harga Rp. 5-20 ribuan per porsi, tergantung kelengkapan bahan yang disajikan, ditemukan di lapak-lapak kaki lima yang menjual lauk pauk khas Sasak. Biasanya tersebar di pasar-pasar tradisional, tak terkecuali di Kota Mataram.

Terlebih jika memasuki bulan Ramadhan, berburu ebatan akan semakin mudah. Pasalnya, kuliner segar satu ini hampir pasti dijajakan di kawasan pasar kaget yang melibatkan para penjual takjil berbuka puasa.

Salah satu kawasan pasar kaget tersebut berada di kawasan Kota Tua Ampenan, tepatnya di areal Pasar ACC. Selain itu, ada pula di Jalan Airlangga, Gomong, Mataram; Jalan Saleh Sungkar (utara simpang lima Ampenan), dan beberapa tempat lainnya.

Spot Perburuan

Tapi, apabila ingin mencoba ebatan di luar bulan Ramadhan, bisa mencari spot-spot khusus. Warung-warung yang spesifik menjual ebatan tentunya masih dapat dijumpai hampir setiap harinya.

Di Lingkungan Karang Kemong, Cakranegara misalnya, kita bisa menikmati ebatan di Warung Nasi Ebatan Ibu Atik. Berada di Jalan Kebudayaan yang berada di kawasan Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram.

Biasa buka mulai pukul 10 pagi sampai 8 malam ini, lokasi warung ini tak jauh dari Jalan Pejanggik yang merupakan jalur protokol kota. Kalau semisal berangkat dari Taman Sangkareang, ambil perjalanan 1,5 km ke arah timur hingga menemukan perempatan air mancur.

Selanjutnya, lanjutkan perjalan 600 m ke arah yang sama. Perjalanan akan melewati Mataram Mall dan Ruby Supermarket yang berada di selatan atau kiri jalan, sebelum berbelok ke utara menuju Jalan Balam.

Kita hanya perlu mengikuti jalurnya sepanjang 300 m. Setelahnya, belok kanan atau ke arah timur. Pacu kendaraan secara perlahan untuk melihat warungnya yang berada di sebelah kiri atau utara jalan.

Gelombang Pesimisme

Meski pamor ebatan belum sekuat menu kuliner khas Lombok lainnya, keberadaannya jelas masih belum bisa dikatakan langka. Apalagi sampai dikatakan punah sepenuhnya.

Paling tidak, kuliner satu ini masih memiliki daya untuk mewakili kuliner khas Lombok, khususnya Suku Sasak. Terlebih, pakemnya terlihat dan terasa dari karakternya sebagai salah satu sajian dari kekayaan kuliner tradisional Indonesia.

Di tengah arus pesimisme, ebatan masih tetap ada untuk menggoda selera para pemburu kuliner. Harga yang relatif terjangkau untuk semua kalangan, membuat ebatan berada di ceruk yang cukup ideal.

Komposisi dan proses pembuatannya pun mencerminkan dirinya sebagai kuliner yang lebih sehat. Campuran sayur yang direbus, serta cita rasa yang meriah; elemen itulah yang membuat ebatan masih pantas untuk bersikap optimis.

Optimisme itu pun disokong dengan tradisi masyarakat Lombok itu sendiri. Selain karena lapak warung, eksistensi ebatan turut dipertahankan melalui acara-acara hajatan; seperti perkawinan, aqiqah, syukuran, sampai peringatan kematian.

Di acara-acara yang umumnya dikenal dengan sebutan begawe oleh warga Sasak tersebut, ebatan bahkan tampil lebih mewah. Salad khas Lombok yang satu ini biasanya disajikan dalam dulang yang erat dengan tradisi makan beramai-ramai (begibung) masyarakat Sasak.

Jadi Bagian Penting

Tak hanya itu, di acara begawe tersebut, menu yang mendampingi hidangan ebatan pun lebih mengerucut. Akan sangat lumrah jika menemukan hidangan yang satu ini bersanding romantis dengan ares, kuliner khas Lombok yang terbuat dari pelepah (gedebong) batang pisang yang masih muda.

Perlu diketahui, ares sendiri merupakan salah satu menu unik yang bukan rahasia lagi telah menjadi ikon kuat dalam daftar kuliner khas Lombok. Tak heran pula jika menghadiri acara hajatan masyarakat Lombok akan sama dengan melakukan wisata kuliner sekaligus.

Maka dari itu, walaupun pesimisme terkait ebatan yang bisa mendunia, setidaknya kuliner tradisional ini masih jago kandang. Eksistensinya, sejauh ini masih terjaga oleh selera warga lokal dan khususnya, tradisi dalam budaya di Lombok.

Melihat popularitasnya dalam skala lokal, ebatan sejatinya masih punya PR besar. Alih-alih membuatnya tergesa melemparkannya untuk merantau “keluar kandang”, bagaimana jika membuat menu ini lebih dikenal lagi di kampung halamannya sendiri terlebih dahulu?

Apabila agenda tersebut benar-benar ingin diwujudkan, kondisi yang dihadapi ebatan jauh lebih dari sekadar “PR besar”. Ya, secara umum pun menu-menu tradisional kita tengah digempur habis-habisan oleh tren kuliner yang katanya serba kekinian sekarang ini.

Lantas, apakah uraian panjang ini membuat ebatan masuk dalam radar selera makanmu, GreatPeople?

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here