Sape Denting Melodi Merdu Dari Tanah Kalimantan

1
782

Budaya Indonesia tidak hanya berisikan nama-nama suku atau bahasa daerah yang begitu banyak. Alat musik tradisional pun sejatinya turut ambil bagian dalam susunan kekayaan yang dimiliki, di luar dari keindahan alamnya yang diakui. Di tengah terpaan badai kepopuleran alat-alat musik modern, instrumen tradisional telah lebih dulu menelurkan suara alunan yang khas. Kendati demikian, harus diakui bahwa eksistensi musik-musik tradisional mulai tergerus dan terpinggirkan seperti sape.

Alat Musik Suku Dayak

Alat musik bernama Sape’ adalah salah satu dari dereta nama alat musik tradisional yang dimiliki Indonesia. Denting seperti Gitar, alat musik ini menjadi keistimewaan yang merepresentasikan tanah Kalimantan tempatnya berasal.

Sape’ sendiri merupakan alat musik yang diprakarsai oleh suku Dayak. Walaupun lahir menjadi alat musik khas suku yang mendiami pedalaman Pulau Kalimantan, persebarannya sendiri sudah hinggap hingga Malaysia.

Bentuk uniknya yang dihiasi ornamen khas Dayak kian memperkuat kesan etniknya. Sape’ sekilas serupa gitar yang bentuknya sudah dimodifikasi. Namun, walaupun sama-sama terkategori sebagai alat musik petik, bentuk alat musik ini sejatinya berbeda dengan gitar pada umumnya.

Asal Mula Sape’

Terdapat cerita yang mengiringi eksistensinya sebagai alat musik. Konon, Sape’ diciptakan oleh seorang pemuda yang terdampar di sebuah pulau di tengah sungai. Akibat kapalnya yang karam, di tengah-tengah kesendiriannya di pulau itu, tiba-tiba ia mendengar suara.

Ia yang mendengar alunan merdu itu meyakini bahwa suara itu bersumber dari dasar sungai. Hal itupun dianggapnya sebagai suatu ilham dari nenek moyang, sehingga ia mencoba membuat alat musik yang bisa mengeluarkan bunyi yang sama dengan apa yang didengarnya itu.

Nilai mitologi yang mengirinya itulah yang merujuk pada Sape’ yang berlekuk menyerupai bentuk sampan. Ornamen khas Dayak seperti kepala burun atau taring membuatnya semakin mewujudkan simbol keunikannya sendiri.

Tidak hanya bentuk, suara denting yang dihasilkan juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Cara memainkannya juga butuh teknik yang berbeda dengan gitar. Bahkan, sebagian Sape’ dahulunya dibuat tanpa disertai tangga nada.

Sesuai dengan cara memainkannya, kata Sape’ sendiri berasal dari bahasa lokal yang memiliki arti “memetik dengan jari”. Suku Dayak yang miliki sub suku juga membuat sebutannya menjadi Sape’ saja.

Keunikan Sape’

Sebagian sub suku Dayak juga menyebutnya: Sempe, Sampe’ dan juga Kecapai. Namun, penyebutan yang berbeda-beda itulah yang dirasa mewakili setiap sub suku Dayak itu sendiri. Dentingan Sape’ yang indah juga digunakan untuk mengiringi upacara adat.

Bentuk body dan dentingan bunyi yang dihasilkan sangat berkaitan erat. Pemilihan bahan kayu yang digunakan untuk membuat Sape’ merupakan tahap yang krusial. Kualitas suaranya sangat bergantung pada jenis kayu yang dipakai.

Umumnya, Sape’ memanfaatkan bahan kayu yang keras dan juga liat. Tingkat kepadatan dan urat kayu akan berpengaruh nyaringnya suara yang dihasilkan. Kayu Nangka, kayu pelaik, kayu marang, atau jenis-jenis kayu meranti lainnya seringkali dipilih untuk membuat Sape’.

Hal ini dilakukan untuk menjadikan Sape’ sesuai dengan fungsi filosofis yang dikandungnya. Suara yang dihasilkan alat musik ini digunakan untuk mengekspresikan perasaan, baik senang maupun sedih.

Denga keunikan bunyinya, alat musik ini mampu menelurkan alunan melodi yang begitu menyentuh. Setiap pendengarnya akan seolah-olah dibawa ke awang-awang ketika sedang menyimak denting demi denting yang mengalun merdu.

Bunyi merdu Sape’ konon mencerminkan makna yang terdapat pada sastra lisan yang turun-temurun di masyarakat Dayak. Sastra tersebut dikenal dengan nama “Tekuak Lawe” yang berbunyi “sape benutah tulaang to’awah”.

Arti dan Filosofi Sape’

Apabila dialihbahasakan, sastra turunan itu sendiri berarti: Sape’ bisa meremukkan tulang-tulang hantu yang gentayangan. Ungkapan itu seakan mengisyaratkan bahwa dentingan suara Sape’ mampu menyentuh perasaan hingga membuat orang yang mendengarnya hanyut sampai merinding.

Karena itulah, Sape’ biasanya dimainkan dengan mengikuti perasaan pemetiknya. Petikan demi petikannya yang indah biasanya memang diselaraskan dengan perasaan pemainnya. Kehidupan masyarakat Dayak yang dekat dengan alam turut mempengaruhi bunyi-bunyi khas yang dimiliki alat musik ini.

Berkat segala keunikannya itu, Sape’ mulai kerap terlihat berkolaborasi dengan alat-alat musik modern. Dalam perkembangannya, alat musik tradisional ini pun turut mengikuti zaman. Berubah, namun masih tetap mewariskan apa yang menjadi nilai yang diusungnya.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here