11 November, Hari Wafatnya Bapak Atom Indonesia

0
474

Tidak banyak yang mengatahui dengan sosok yang bernama Gerrit Agustinus Siwabessy. Dirinya yang lahir pada 19 Agustus 1914 ini dikenal sebagai ‘Bapak Atom Indonesia’. G.A. Siwabeessy, begitulah singkatan namanya yang serikali tersemat merupakan putra bangsa yang berasal dari Maluku. Dan, julukan yang kini abadi untuknya itu mulai diabadikan seiring dengan wafatnya beliau pada 11 November 1982.

Tepat pada hari ini, ingatan itu semestinya kembali. Tepat pada hari ini, 11 November 2019 adalah hari yang mengingatkan kita pada sosok Siwabessy. Sudah 37 tahun berlalu Indonesia telah kehilangan salah satu putra terbaiknya. Lalu, apa yang membuat namanya begitu penting bagi Indonesia? Dan, seperti apa sejarahnya nama ‘Bapak Atom Indonesia’ itu disematkan padanya?

Awali Karir di Luar Minat Utamanya

G.A. Siwabessy menamatkan Sekolahnya pada 1931 dan kemudian memilih untuk merantau ke Surabaya. Di sana, ia meneruskan studinya di Nederlandsch Indische Arsten School (NIAS) setelah mendapatkan beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda di tahun yang sama. Bertepatan pada memuncaknya Perang Pasifik pada tahun 1941, Siwabessy resmi menyelesaikan kuliah kedokterannya.

Karirnya pun berlanjut sebagai dokter yang kala itu, ia sedang menjalani program ikatan dinas di pusat pengeboran minyak Belanda, Bataavishe Petroleum Maatshapij (BPM) di Cepu, Jawa Tengah. Tidak lama berselang, kegiatannya itupun sempat terhenti ketika Maret 1942 Jepang merangsek masuk dengan operasi militernya di tanah Jawa.

Dalam kondisi menganggur itu, ia lantas kembali ke Surabaya. Dokter Sutjahyo, kawan lamanya ketika di NIAS pun menawarkannya untuk menjadi tenaga medis Rumah Sakit Simpang, Surabaya di bagian radiologi. Mulanya, Siwabessy ragu dengan tawaran tersebut, karena minat utamanya ada di bindang Psikiatri dan Fisika.

Namun, karena merasa tidak punya jalan lain, Dokter Siwabessy akhirnya bersedia. Di sana ia mulai mempelajari dunia radiologi yang masih sangat baru baginya. Dalam memoarnya, Siwabessy mengatakan bahwa tawaran yang diberikan padanya itu merupakan tanggung jawab yang terpaksa ia ambil. Tapi, siapa sangka hal itu justru yang menentukan jalan hidupnya sebagai sebuah catatan sejarah penting yang dimiliki Indonesia.

Mendalami Ilmu Atom di Inggris

Pekerjaan di bidang radiologi itulah yang membuat Gerrit Siwabessy kembali memperdalam ilmunya. Ketika konflik Indonesi dan Belanda mereda pada pertengahan 1949, ia pun melanjutkan studinya ke Inggris. Siwabessy pun mendapatkan beasiswa dari British Council untuk mengikuti program studi di Universitas London selama setahun.

Perjalanan studinya ke Inggris sendiri tidak lepas dari rekomendasi yang diterimanya dari Johanes Leimana yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan dalam kabinet Presiden Soekarno-Hatta. Di Inggris, ia juga menyempatkan diri untuk mempelajari dasar-dasar kedokteran nuklir yang memang tengah sudah banyak diadopsi di negeri Ratu Elizabeth tersebut.

Belajar di Inggris tidak membuat G.A. Siwabessy lupa akan tanah airnya. Ia pun memilih pulang ke Indonesia dan kebanjiran banyak pekerjaan. Selain mengajar, ia menjabat sebagai asisten kepala Bagian Radiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Surabaya. Selain itu, ia turut diberi tanggung jawab sebagai kepala Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan.

Karirnya sebagai dokter membuatnya semakin dengan bidang nuklir. Walaupun bukan termasuk sebagai seorang praktisi atau ahli nuklir, ia diberikan kesempatan pada 1954. Ia diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengepalai Panitia Penyelidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom kala itu.

Dalam tugasnya itu, ia diperintahkan untuk mengukur dampak yang diakibatkan oleh percobaan ledakan bom termonuklir milik Amerika Serikat di Kepulauan Marshall yang berada di kawasan Samudra Pasifik. Ledakan itu memiliki kekuatan setara lima juta ton dinamit yang tingkat kerusakan yang tercipta dari residu radioaktif bom itu sangat tinggi.

Tugasnya Sebagai Langkah Antisipasi Indonesia

Dampak besar yang dihasilkan dari ledakan itu terbukti besar. Itu terlihat dari kerusakan pulau yang semulanya hijau berubah muka menjadi gersang. Laut disekitarnya dan udara yang bermil-mil jauhnya pun ikut tercemar. Salah satu tugas G.A. Siwabessy dan koleganya dalam kepanitaan ini adalah menghitung potensi dampak yang muncul dari aksi percobaan bom nuklir AS untuk wilayah Indonesia.

Pembentukan tim yang diketuai oleh G.A. Siwabessy itu muncul setelah Presiden Soekarno membuat keputusan pada 23 November 1954 melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 230/1954 tentang pembentukan Panitia Negara untuk Penjelidikan Radioaktivitet. Hal itu berkaitan dengan langkah antisipasi pemerintah Indonesia yang mengkhawatirkan wilayah timur Indonesia terpapar oleh efek radiasi dari percobaan bom nuklir itu.

Secara geografis, Indonesia memang berbatasan langsung dengan kawasan Samudra Pasifik. Karena itu, pemerintah Indonesia mengutus tim yang dipimpin Dokter Siwabessy untuk menyelidiki daerah Sulawesi Utara, Maluku dan Timor Timur. Beruntungnya, paparan radioaktif berbahaya yang dikahwatirkan itu tidak ditemukan.

Mulai sejak saat itu, Dokter Siwabessy pun berpikiran untuk menyiapkan tenaga-tenaga ahli nuklir di Indonesia sebagai langkah antisipasi lanjutan di masa depan. Ide itupun terealisasikan dengan dikirimnya sejumlah anggota panitia untuk mempelajari nuklir ke London, Inggris. Tidak hanya itu, G.A. Siwabessy pun menyebar anggota-anggotanya untuk menjalankan program perlindungan radiasi ke sejumlah rumah sakit di seluruh Indonesia.

Kembali Ditunjuk Untuk Memimpin

Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Atom Indonesia (LTA) akhirnya dibentuk pada tanggal 5 Desember 1958. Lembaga tersebut terbentuk melalui hasil dalam konferensi Teknologi Nuklir Internasional dan Peraturan Pemerintah No. 65. Nama G.A. Siwabessy pun kembali ditunjuk untuk mengepalai lembaga tersebut, karena dinilai memiliki pengalaman kepanitiaan sebelumnya.

Tahun tersebut Dokter Siwabessy resmi menjabat sebagai direktur LTA yang menjadi pelaksana program nuklir di Indonesia. Sementara posisinya di Dewan Tenaga Atom jadi semacam penasihat ahli pemerintah yang berkaitan dalam perkembangan teknologi atom, baik di dalam negeri maupun skala global.

Tidak berlama-lama, LTA di bawah kepemimpinnanya langsung bergerak cepat. Mereka merekrut beberapa sarjana dan mengirimnya ke negara-negara maju untuk mendalami ilmu nuklir. Sosok G.A. Siwabessy juga yang melatarbelakangi kesepakatan kerja sama antara Indonesia-AS dalam Program Atom for Peace pada tahun 1960 sebagai bentuk pengembangan nuklir di Indonesia.

LTA akhirnya direorganisasi pada tahun 1964 dan berubah nama menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) hingga saat ini. Lagi-lagi, Siwabessy ditunjuk sebagai direktur BATAN yang kemudian statusnya dinaikkan setara menteri (Menteri Tenaga Atom Nasional) tahun 1965. Dan, pada tahun 2014, namanya pun diberikan gelar sebagai ‘Bapak Atom Indonesia’ sebagai bentuk penghormatan atas jasanya menghidupkan teknologi nuklir di Indonesia.

Diganjar Penghargaan di Masa Kepemimpinan Soeharto

Namanya juga terukir abadi sebagai salah satu nama reaktor nuklir serba guna milik BATAN di wilayah Serpong, Tangerang Selatan. Selain di BATAN, penghargaan Nasional juga disematkan padanya. ‘Bapak Atom Indonesia’ ini juga telah lebih dulu diganjar Bintang Mahaputra III oleh Presiden Soeharto di tahun 1968 kala ia masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan saat itu.

Transisi kepemimpinan pemerintah Indonesia dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, G.A. Siwabessy tetap dipilih untuk mengisi posisi Menteri Kesehatan periode 1966-1978. Ia pun akhirnya wafat di Jakarta empat tahun berselang, tepatnya pada 11 November 1982.

Tanggal itu pun menjadi salah satu jejak sejarah bagaimana Indonesia kehilangan sosok penting dalam bidang perkembangan teknologi nuklir. Hari itupun menjadi kenangan akan perjuangan seorang G.A. Siwambessy merintis perkembangan teknologi nuklir di Indonesia di masa-masa awal berdiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here